Cerita Hot Ngentot
Malam semakin larut ketika kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Kami semakin dekat satu sama lain, saling curhat
selama perjalanan di mobil. Bercanda, tertawa bareng. Why do I feel that everything seems so right when we're together?
Ah mungkin saya aja yang terlalu terbawa suasana. Waktu menunjukkan sekitar pukul 11 malam ketika kami kembali
menginjakkan kaki di lobby hotel."Ryo, mau nemenin ngobrol sebentar tidak?" tanya Tia tiba-tiba."Boleh aja, emang belum
ngantuk?" tanyaku balik."Tidak, lagipula kalau di tempat yang asing Tia jadi susah tidur," katanya memberi
reasoning.Akhirnya saya ikut melangkahkan kaki ke kamar Tia yang terletak di lantai 4. Sebuah kamar standar dengan 2
single bed, TV, kulkas dan peralatan standar layaknya sebuah kamar hotel berbintang. Good enough, daripada kamar kostku,
hehehehe."Lha kamu sendiri di sini?" tanya saya begitu melihat tidak seorang pun di kamarnya."Sebenernya kamar ini untuk
berdua, dengan Rini, itu lho yang tadi pagi ikut tes juga," jelasnya."Tapi dia langsung pulang Jakarta pake kereta
terakhir tadi sore, katanya besok mau ada acara apa gitu di keluarganya."Kami memasak air dengan menggunakan ketel
elektrik yang disediakan hotel untuk kemudian masing-masing menikmati secangkir coffemix panas. Kursi sengaja kami
balikkan menghadap ke jendela, untuk memandang Jalan Tamblong yang telah temaram dan senyap. Sesekali terlihat mobil
melintas dengan kecepatan di atas rata-rata, mungkin karena sudah malam. Begitupun suasana di kamar ini, hanya suara MTV
Asia dari TV yang dihidupkan yang menemani perbincangan kami, menggantikan cahaya lampu yang memang kami padamkan. Entah
mengapa, saya merasa begitu dekat dengan Tia, padahal baru beberapa jam kami berkenalan. Ah sekali lagi, mungkin saya
terlalu terbawa suasana.Namun kali ini ternyata Tia yang duduk di sebelah saya bukanlah seperti Tia yang saya kenal dalam
jam-jam terdahulu. Dalam curhatnya, ia terlihat sangat rapuh. Entah memang nasib saya untuk selalu menjadi tempat curhat
orang lain. Dari dulu semasa di bangku sekolah hingga kini setelah menamatkan pendidikan tinggi, saya selalu dijadikan
tempat curhat orang-orang dalam lingkaran terdekat saya. Dan kini saya harus menghadapi Tia yang sesekali sesunggukkan,
meremas-remas sapu tangannya dan menghapus air matanya yang mulai jatuh satu persatu. Love.. look what you have done to
her, bastard..!Saya bangkit dari duduk dan berjalan perlahan menghampirinya. Saya hanya bisa termangu berdiri di
sampingnya dan melihat ke luar untuk menunggunya menyelesaikan kisah-kisah yang menyesakkannya selama berbulan-bulan.
Saya mencoba menenangkannya sebisa saya dengan menganalisis kehidupannya dari berbagai perspektif. Saya hanya bisa
mengatakan bahwa ia masih beruntung karena ditunjukkan ketidaksetiaan kekasihnya pada saat mereka belum menikah, karena
akan lebih sangat menyakitkan jika semua itu dihadapi justru ketika mereka telah menikah.Setelah beberapa waktu kami
membahasnya, Tia terlihat sudah agak tenang."Thanks Ryo, kamu mau jadi tempat sampah Tia," katanya sambil sedikit
tersenyum."That what friends are for," jawab saya singkat sambil menepuk-nepuk kepalanya seperti kepada seorang anak
kecil, padahal dia 3 tahun lebih tua daripada saya, hehehe.. pamali tau..!Saya duduk lesehan di karpet bersandarkan pada
tepi ranjang sambil meluruskan kaki. Hhmm.. enak juga duduk posisi seperti ini. Tidak berapa lama kemudian Tia menyusul
turun dari kursi dan bergabung duduk dengan posisi lesehan di sampingku."Kayaknya enak banget lihat gaya kamu," katanya
sebelum dia menyusulku duduk di karpet."Ryo, kamu itu aneh yah?" tiba-tiba suara Tia menyentakku."Aneh selanjutnya
bagaimana maksud loe?" tanya saya asal sambil menirukan sebuah dialog sinetron Si Doel beberapa waktu yang
lalu."Hihihihi.." terdengar Tia cekikikan mendengarnya."Ya aneh aja, Tia baru kenal kamu hari ini, tapi rasanya Tia udah
kenal sama kamu lama banget," katanya lagi."Sampai Tia mau curhat sama kamu, padahal Tia paling jarang curhat, apalagi
sama orang yang baru kenal.""Sama, aku juga gitu kok Ya, jangan-jangan kami pernah ketemu di kehidupan sebelumnya yah?"
jawab saya sambil nyengir."Ada-ada aja kamu.." katanya sambil tiba-tiba merebahkan kepalanya di bahu kananku.Jujur saja
saya cukup terkejut menerima perlakuannya, tapi santai saja, lagipula apalah yang mungkin terjadi dari sebuah bahu untuk
menyandarkan kepala sejenak?Cukup lama kami masing-masing terdiam dalam posisi ini sambil memandang sebagian horizon
langit yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang dari jendela kamarnya. Sayup-sayup terdengar dari TV rintihan Sinnead O'Connor
yang tengah menyanyikan lagu legendarisnya:..I can eat my dinner in the fancy restaurant but nothing, I said nothing can
take away this blue cos nothing compares, nothing compares to you..Perlahan saya usap rambutnya dan memberanikan diri
untuk mengecup keningnya. Tia mendongakkan kepalanya untuk memandangku. Beberapa saat kami saling berpandangan, ah oase
kedamaian dari pancaran matanya inikah yang selama ini saya cari? Mungkinkah saya menemukannya hanya dalam beberapa jam
saja setelah sekian lama saya mencarinya entah kemana? How can I be so sure about that? dan sekian banyak pertanyaan
lainnya berkecamuk dalam pikiranku melewati detik demi detik kami berpandangan. Yang saya tahu beberapa saat kemudian
wajah kami semakin mendekat dan sekilas saya melihat Tia menutup matanya dan pada akhirnya saya kecup lembut
bibirnya.Kami berciuman seakan-akan kami sepasang kekasih yang telah lama tidak berjumpa. Menumpahkan segala kerinduan
dalam kehangatan sebuah ciuman. Perlahan saya raih pinggang Tia dan mendudukkannya dalam pangkuan. Kini kami semakin
dekat karena Tia saya rengkuh dalam pangkuan saya. Saya usap lembut rambutnya, sedangkan dia memegang lembut pipiku.
Ciuman bibirnya semakin dalam, seakan tidak pernah dia lepaskan. Cukup lama kami berciuman, sesekali terdengar tarikan
nafas Tia yang terdengar begitu lembut. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mulai menurunkan bibir ke arah lehernya.
"Ugh.." hanya terdengar lenguhan lembut seorang Tia ketika ia mulai merasakan hangatnya bibir saya menjelajahi lehernya.
Tidak ada perlawanan dari aksi yang saya lakukan. Tia justru makin mendongakkan kepalanya, semakin memamerkan lehernya
yang putih dan jenjang. Kedua tanggannya meremas seprai tempat tidur sebagai tumpuan. Saya pun semakin terhanyut terbawa
suasana. Saya perlakukan Tia selembut mungkin, menjelajahi milimeter demi milimeter lehernya, mengusap rambutnya dan
makin menekankan punggungnya ke arah tubuhku. "Ryo.. oohh.." lenguh Tia saat dia menyadari terlepasnya satu per satu
kancing kemejanya. Ya.. saya memang melepaskannya untuk melanjutkan cumbuan saya kepadanya.Jilatan-jilatan lembut mulai
menjalari dada Tia, seiring meningkatnya hasrat manusiawi dalam diri kami. Dengan sekali gerakan, saya dapat
menggendongnya. Kami lanjutkan percumbuan dalam posisi berdiri dengan Tia dalam gendongan. Tangannya mulai meremasi
rambutku. Perlahan-lahan kemejanya terjatuh terhempas ke karpet, menyisakan bagian atas tubuh Tia yang tinggal
berbalutkan sehelai bra putih. Beberapa saat kami bercumbu dalam posisi ini, sampai akhirnya saya merebahkannya di
ranjang. Terdengar suara Donita, presenter MTV Asia, terakhir kali sebelum saya meraih tombol off TV yang terletak di
buffet samping ranjang. Kali ini suasana benar-benar senyap, hanya tarikan nafas kami berdua yang masih sibuk bercumbu.
Tia mencoba untuk melepaskan satu per satu kancing kemejaku hingga akhirnya ia berhasil melepaskannya, hampir bersamaan
saat saya berhasil melepaskan bra-nya. Kami meneruskan pergumulan, namun sebuah perasaan aneh menyusup ke dalam hatiku.
She's different, pikirku. Jujur saja, saya sudah beberapa kali mengalami sexual intercouse, pun dengan orang-orang yang
baru saja saya kenal. Namun kali ini terasa berbeda. Ada perasaan lain yang mengiringi nafsu yang bergejolak, sebegitu
dahsyatnya sehingga nafsu itu sendiri menjadi tidak berarti lagi keberadaannya. Sayang, yah mungkin inilah yang disebut
dengan perasaan sayang itu, sesuatu yang sudah lama tidak saya rasakan keberadaannya. Ini membuatku ingin
memperlakukannya seindah dan selembut mungkin. Tia bukan hanya seseorang yang mengisi sebuah babak pelampiasan nafsu
manusiawi dalam hidupku. Dia berbeda, she deserves the best!Terdengar lagi lenguhan Tia saat saya mulai mengulum buah
dadanya. Kali ini terdengar lebih keras dari sebelumnya. Mungkin hasrat itu telah memenuhi kepalanya. Jilatan-jilatan
diselingi gigitan-gigitan kecil mendarat di sekitar putingnya, berkali-kali membuatnya berjingkat terkejut. Saya
meneruskan cumbuan saya ke arah perutnya, hingga pada akhirnya berhasil membebaskan celana panjangnya ke karpet. Sekarang
terpampang pemandangan yang tidak mungkin saya lupakan, seorang Tia yang baru saya kenal hari ini, rebah dengan hanya
berbalutkan celana dalam. Untuk pertama kalinya saya memandang seorang wanita dalam kondisi seperti ini tidak dengan
nafsu yang menguasai. Begitu terasa bagaimana saya memang menyayangi dan menginginkannya. Matanya yang memandang lembut
ke arahku, menghadirkan begitu banyak kedamaian, sesuatu yang terus saya cari selama ini dari diri seorang wanita.Kini
saya mengulum pusarnya, seiring lenguhan-lenguhan kecil yang terdengar dari bibirnya. Perlahan saya mulai menurunkan kain
terakhir yang menempel pada tubuh Tia. Terdengar sedikit nada terkejut Tia saat saya mulai menurunkan centi demi centi
celana dalamnya menyusuri kedua kakinya hingga terlepas entah kemana. Seiring itupun, saya mulai menurunkan jilatan ke
arah selangkangannya. "Ryo.. mau ngapain.. uugghh.." pertanyaan yang coba diajukan Tia tidak dapat diselesaikannya begitu
dirasakannya sebuah jilatan mendarat di organ kewanitaannya. Permainan lidahku pada liang kewanitaannya memang saya
usahakan selembut mungkin, hingga terkadang hanya sedikit saja ujung lidahku menyentuhnya. Namun hal ini malah justru
memicu reaksi Tia semakin terbakar. "Ohh.. Ryoo.." lenguhnya panjang diiringi nafasnya yang semakin tidak
beraturan.Hisapan dan jilatan silih berganti saya lakukan dengan penuh kelembutan padanya, hingga pada akhirnya terdengar
Tia seperti mendekati puncaknya. "Aaahh.." jeritnya panjang sambil menghentakkan tubuhnya ke atas saat puncak itu datang
melandanya, menggulungnya dalam suatu sensasi keindahan yang sangat melenakan dan menghempaskannya ke dalam jurang
kenikmatan yang begitu dalam.Kini saya memandang wajahnya. Matanya yang terpejam sambil menggigiti bibirnya sendiri dan
tangannya yang mencengkram seprai di tepian ranjang dengan kencang serta nafasnya yang tidak beraturan cukup untuk
mengekspresikan betapa tingginya Tia terbuai dalam gelombang orgasme yang baru saja dilaluinya. Saya biarkan Tia meregang
dirinya dalam detik demi detik puncak kenikmatan yang baru saja didapatnya untuk menyibukkan diri mencari sebuah benda
yang "lubricated with nonoxynol 9, for greater protection" (If you were a great 17tahun2 fan, you should know this thing)
yang selalu disisipkan di dompetku (my friend said that only bastards always bring this thing around. Yeah.. maybe I'm
the one of them).Tia baru membuka matanya ketika dirasakannya sebuah benda menempel lembut pada bibir organ
kewanitaannya. Dibukanya matanya memandang lembut ke arah wajahku yang tepat berada di depan wajahnya. "Tia, may I..?"
bisikku sambil mengecup keningnya. Tia hanya mengedipkan kedua matanya sekali sambil tetap memandangku. That's enough for
me to know the answer of this question. Perlahan-lahan saya tekan kejantananku menerobos liang kewanitaannya. So gentle
and smooth. Terdengar nafas Tia tertahan di tenggorokannya, menikmati sensasi mili demi mili penetrasi yang dilakukanku
terhadapnya, hingga akhirnya keseluruhannya terbenam utuh. Kami terdiam dan saling berpandangan sejenak, menikmati
bersatunya raga (dan hati) kami berdua. Saya kecup bibirnya lembut sebelum mulai melenakannya dalam sebuah percintaan
yang sangat indah. Saya masih ingat persis, bagaimana kedua tangan kami saling bergenggaman erat di sisi tepi ranjang
saat kami terus bergumul menyatukan hasrat dan raga kami. Betapa lembut buah dadanya menekan dadaku, dan betapa hangat
melingkupi kejantananku yang terus memompanya, membawa kami semakin tinggi terbuai kenikmatan duniawi.Entah berapa lama
keadaan ini berlangsung, ketika pada saatnya terdengar Tia mulai mendekati orgasme keduanya. Tangannya merangkul
pundakku, mendekap tubuhku erat seakan ingin mengajakku ikut dalam gelombang orgasmenya. Nafasnya makin memburu,
terdengar jelas di telinga kananku. Saya pun meningkatkan kecepatan penetrasi untuk membantunya mendapatkan puncak kedua
kalinya. "Eeegghh.. Ryoo.. aahh.." jerit Tia tertahan mencoba menyebut namaku saat gelombang orgasme keduanya benar-benar
datang menggulungnya, menelannya kembali ke dalam jurang kenikmatan yang sangat dalam.Saya menghentikan pergumulan kami
sejenak, memberinya kesempatan untuk kembali mengatur nafasnya seusai melewati puncaknya yang kedua. Saya hanya
memberikan senyuman dan kecupan lembut di keningnya saat pada akhirnya Tia mulai membuka matanya."You're so lovely
tonight", bisikku padanya."Ryoo.. eh..!" teriaknya sedikit terkejut saat tiba-tiba saya menarik kedua tangannya untuk
kemudian mendudukkannya dalam pangkuanku.Punggungku bersandar di kepala ranjang, dan wajah kami saling memandang. Kami
kembali berciuman. Perlahan kuangkat tubuhnya, untuk kembali menekankan kejantananku pada liang kewanitaannya. Walaupun
kami tengah berciuman, masih sempat kudengar erangan lirihnya saat Tia merasakan bagaimana kejantananku perlahan menikam
tubuhnya.Kali ini kubiarkan Tia memegang kendali. Kubiarkan bagaimana dengan bebasnya Tia memompa diriku. Pundakku
dijadikan tumpuan olehnya untuk terus menaik-turunkan tubuhnya di atasku. Saya hanya membantunya dengan meremas buah
pinggulnya dan sedikit menaikkan posisi selangkanganku, hingga batangku terasa makin dalam menghujamnya. Ahh.. sungguh
suatu pemandangan yang tidak akan terlupakan bagaimana melihat dirinya terus menyatukan raga kami ke dalam suatu
persetubuhan yang sangat intim. Matanya yang terpejam, rambut sebahunya yang sudah mulai dibasahi keringat terurai bebas,
bibirnya yang digigitnya sendiri dan tubuhnya yang berguncang-guncang. Ughh.. It's really a loveable thing to
see.Pemandangan yang sangat melenakan ditambah dengan kehangatan yang makin erat menghimpit kejantananku, menit demi
menit mulai membuaiku ke dalam sensasi kenikmatan sebuah persetubuhan. Terasa sesuatu mendesak, menghimpitku untuk keluar
dari dalam tubuhku. Oh My God, saya ras saya akan sampai puncaknya, pikir saya. "Ryoo.. I'm almost there.." bisik Tia
lirih sambil mempercepat gerakan tubuhnya memompaku. "Yes.. babe, me too.." jawabku sambil mengecup erat bibirnya.
Selanjutnya terasa bagaimana gelombang menuju puncaknya seakan berpacu dengan gelombang menuju puncakku. Goncangan
tubuhnya makin terasa mendesak cairan kejantananku untuk keluar, sementara tikaman batangku semakin menghadirkan sensasi
kenikmatan suatu orgasme yang hanya tinggal sejengkal dari raihannya. "Aaahh.. Ryoo.." jeritnya lirih memanggil namaku
saat ternyata gelombang orgasme lebih dahulu menyapanya.Saya masih sempat meneruskan tikaman kejantananku beberapa kali
lagi hingga pada akhirnya.."Tiaa.., aku keluaarr..!" teriakku sambil mendekap erat tubuhnya.Terasa bagaimana derasnya
cairanku menyembur keluar. Untung saya menggunakan kondom, masih sempat diriku berpikir di sela-sela gulungan ombak
ejakulasi yang menenggelamkanku dalam suatu sensasi kenikmatan yang sangat dahsyat. Dalam beberapa saat ke depan kami
hanya mampu berpelukkan erat, untuk kemudian bersisian rebah di ranjang
selama perjalanan di mobil. Bercanda, tertawa bareng. Why do I feel that everything seems so right when we're together?
Ah mungkin saya aja yang terlalu terbawa suasana. Waktu menunjukkan sekitar pukul 11 malam ketika kami kembali
menginjakkan kaki di lobby hotel."Ryo, mau nemenin ngobrol sebentar tidak?" tanya Tia tiba-tiba."Boleh aja, emang belum
ngantuk?" tanyaku balik."Tidak, lagipula kalau di tempat yang asing Tia jadi susah tidur," katanya memberi
reasoning.Akhirnya saya ikut melangkahkan kaki ke kamar Tia yang terletak di lantai 4. Sebuah kamar standar dengan 2
single bed, TV, kulkas dan peralatan standar layaknya sebuah kamar hotel berbintang. Good enough, daripada kamar kostku,
hehehehe."Lha kamu sendiri di sini?" tanya saya begitu melihat tidak seorang pun di kamarnya."Sebenernya kamar ini untuk
berdua, dengan Rini, itu lho yang tadi pagi ikut tes juga," jelasnya."Tapi dia langsung pulang Jakarta pake kereta
terakhir tadi sore, katanya besok mau ada acara apa gitu di keluarganya."Kami memasak air dengan menggunakan ketel
elektrik yang disediakan hotel untuk kemudian masing-masing menikmati secangkir coffemix panas. Kursi sengaja kami
balikkan menghadap ke jendela, untuk memandang Jalan Tamblong yang telah temaram dan senyap. Sesekali terlihat mobil
melintas dengan kecepatan di atas rata-rata, mungkin karena sudah malam. Begitupun suasana di kamar ini, hanya suara MTV
Asia dari TV yang dihidupkan yang menemani perbincangan kami, menggantikan cahaya lampu yang memang kami padamkan. Entah
mengapa, saya merasa begitu dekat dengan Tia, padahal baru beberapa jam kami berkenalan. Ah sekali lagi, mungkin saya
terlalu terbawa suasana.Namun kali ini ternyata Tia yang duduk di sebelah saya bukanlah seperti Tia yang saya kenal dalam
jam-jam terdahulu. Dalam curhatnya, ia terlihat sangat rapuh. Entah memang nasib saya untuk selalu menjadi tempat curhat
orang lain. Dari dulu semasa di bangku sekolah hingga kini setelah menamatkan pendidikan tinggi, saya selalu dijadikan
tempat curhat orang-orang dalam lingkaran terdekat saya. Dan kini saya harus menghadapi Tia yang sesekali sesunggukkan,
meremas-remas sapu tangannya dan menghapus air matanya yang mulai jatuh satu persatu. Love.. look what you have done to
her, bastard..!Saya bangkit dari duduk dan berjalan perlahan menghampirinya. Saya hanya bisa termangu berdiri di
sampingnya dan melihat ke luar untuk menunggunya menyelesaikan kisah-kisah yang menyesakkannya selama berbulan-bulan.
Saya mencoba menenangkannya sebisa saya dengan menganalisis kehidupannya dari berbagai perspektif. Saya hanya bisa
mengatakan bahwa ia masih beruntung karena ditunjukkan ketidaksetiaan kekasihnya pada saat mereka belum menikah, karena
akan lebih sangat menyakitkan jika semua itu dihadapi justru ketika mereka telah menikah.Setelah beberapa waktu kami
membahasnya, Tia terlihat sudah agak tenang."Thanks Ryo, kamu mau jadi tempat sampah Tia," katanya sambil sedikit
tersenyum."That what friends are for," jawab saya singkat sambil menepuk-nepuk kepalanya seperti kepada seorang anak
kecil, padahal dia 3 tahun lebih tua daripada saya, hehehe.. pamali tau..!Saya duduk lesehan di karpet bersandarkan pada
tepi ranjang sambil meluruskan kaki. Hhmm.. enak juga duduk posisi seperti ini. Tidak berapa lama kemudian Tia menyusul
turun dari kursi dan bergabung duduk dengan posisi lesehan di sampingku."Kayaknya enak banget lihat gaya kamu," katanya
sebelum dia menyusulku duduk di karpet."Ryo, kamu itu aneh yah?" tiba-tiba suara Tia menyentakku."Aneh selanjutnya
bagaimana maksud loe?" tanya saya asal sambil menirukan sebuah dialog sinetron Si Doel beberapa waktu yang
lalu."Hihihihi.." terdengar Tia cekikikan mendengarnya."Ya aneh aja, Tia baru kenal kamu hari ini, tapi rasanya Tia udah
kenal sama kamu lama banget," katanya lagi."Sampai Tia mau curhat sama kamu, padahal Tia paling jarang curhat, apalagi
sama orang yang baru kenal.""Sama, aku juga gitu kok Ya, jangan-jangan kami pernah ketemu di kehidupan sebelumnya yah?"
jawab saya sambil nyengir."Ada-ada aja kamu.." katanya sambil tiba-tiba merebahkan kepalanya di bahu kananku.Jujur saja
saya cukup terkejut menerima perlakuannya, tapi santai saja, lagipula apalah yang mungkin terjadi dari sebuah bahu untuk
menyandarkan kepala sejenak?Cukup lama kami masing-masing terdiam dalam posisi ini sambil memandang sebagian horizon
langit yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang dari jendela kamarnya. Sayup-sayup terdengar dari TV rintihan Sinnead O'Connor
yang tengah menyanyikan lagu legendarisnya:..I can eat my dinner in the fancy restaurant but nothing, I said nothing can
take away this blue cos nothing compares, nothing compares to you..Perlahan saya usap rambutnya dan memberanikan diri
untuk mengecup keningnya. Tia mendongakkan kepalanya untuk memandangku. Beberapa saat kami saling berpandangan, ah oase
kedamaian dari pancaran matanya inikah yang selama ini saya cari? Mungkinkah saya menemukannya hanya dalam beberapa jam
saja setelah sekian lama saya mencarinya entah kemana? How can I be so sure about that? dan sekian banyak pertanyaan
lainnya berkecamuk dalam pikiranku melewati detik demi detik kami berpandangan. Yang saya tahu beberapa saat kemudian
wajah kami semakin mendekat dan sekilas saya melihat Tia menutup matanya dan pada akhirnya saya kecup lembut
bibirnya.Kami berciuman seakan-akan kami sepasang kekasih yang telah lama tidak berjumpa. Menumpahkan segala kerinduan
dalam kehangatan sebuah ciuman. Perlahan saya raih pinggang Tia dan mendudukkannya dalam pangkuan. Kini kami semakin
dekat karena Tia saya rengkuh dalam pangkuan saya. Saya usap lembut rambutnya, sedangkan dia memegang lembut pipiku.
Ciuman bibirnya semakin dalam, seakan tidak pernah dia lepaskan. Cukup lama kami berciuman, sesekali terdengar tarikan
nafas Tia yang terdengar begitu lembut. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mulai menurunkan bibir ke arah lehernya.
"Ugh.." hanya terdengar lenguhan lembut seorang Tia ketika ia mulai merasakan hangatnya bibir saya menjelajahi lehernya.
Tidak ada perlawanan dari aksi yang saya lakukan. Tia justru makin mendongakkan kepalanya, semakin memamerkan lehernya
yang putih dan jenjang. Kedua tanggannya meremas seprai tempat tidur sebagai tumpuan. Saya pun semakin terhanyut terbawa
suasana. Saya perlakukan Tia selembut mungkin, menjelajahi milimeter demi milimeter lehernya, mengusap rambutnya dan
makin menekankan punggungnya ke arah tubuhku. "Ryo.. oohh.." lenguh Tia saat dia menyadari terlepasnya satu per satu
kancing kemejanya. Ya.. saya memang melepaskannya untuk melanjutkan cumbuan saya kepadanya.Jilatan-jilatan lembut mulai
menjalari dada Tia, seiring meningkatnya hasrat manusiawi dalam diri kami. Dengan sekali gerakan, saya dapat
menggendongnya. Kami lanjutkan percumbuan dalam posisi berdiri dengan Tia dalam gendongan. Tangannya mulai meremasi
rambutku. Perlahan-lahan kemejanya terjatuh terhempas ke karpet, menyisakan bagian atas tubuh Tia yang tinggal
berbalutkan sehelai bra putih. Beberapa saat kami bercumbu dalam posisi ini, sampai akhirnya saya merebahkannya di
ranjang. Terdengar suara Donita, presenter MTV Asia, terakhir kali sebelum saya meraih tombol off TV yang terletak di
buffet samping ranjang. Kali ini suasana benar-benar senyap, hanya tarikan nafas kami berdua yang masih sibuk bercumbu.
Tia mencoba untuk melepaskan satu per satu kancing kemejaku hingga akhirnya ia berhasil melepaskannya, hampir bersamaan
saat saya berhasil melepaskan bra-nya. Kami meneruskan pergumulan, namun sebuah perasaan aneh menyusup ke dalam hatiku.
She's different, pikirku. Jujur saja, saya sudah beberapa kali mengalami sexual intercouse, pun dengan orang-orang yang
baru saja saya kenal. Namun kali ini terasa berbeda. Ada perasaan lain yang mengiringi nafsu yang bergejolak, sebegitu
dahsyatnya sehingga nafsu itu sendiri menjadi tidak berarti lagi keberadaannya. Sayang, yah mungkin inilah yang disebut
dengan perasaan sayang itu, sesuatu yang sudah lama tidak saya rasakan keberadaannya. Ini membuatku ingin
memperlakukannya seindah dan selembut mungkin. Tia bukan hanya seseorang yang mengisi sebuah babak pelampiasan nafsu
manusiawi dalam hidupku. Dia berbeda, she deserves the best!Terdengar lagi lenguhan Tia saat saya mulai mengulum buah
dadanya. Kali ini terdengar lebih keras dari sebelumnya. Mungkin hasrat itu telah memenuhi kepalanya. Jilatan-jilatan
diselingi gigitan-gigitan kecil mendarat di sekitar putingnya, berkali-kali membuatnya berjingkat terkejut. Saya
meneruskan cumbuan saya ke arah perutnya, hingga pada akhirnya berhasil membebaskan celana panjangnya ke karpet. Sekarang
terpampang pemandangan yang tidak mungkin saya lupakan, seorang Tia yang baru saya kenal hari ini, rebah dengan hanya
berbalutkan celana dalam. Untuk pertama kalinya saya memandang seorang wanita dalam kondisi seperti ini tidak dengan
nafsu yang menguasai. Begitu terasa bagaimana saya memang menyayangi dan menginginkannya. Matanya yang memandang lembut
ke arahku, menghadirkan begitu banyak kedamaian, sesuatu yang terus saya cari selama ini dari diri seorang wanita.Kini
saya mengulum pusarnya, seiring lenguhan-lenguhan kecil yang terdengar dari bibirnya. Perlahan saya mulai menurunkan kain
terakhir yang menempel pada tubuh Tia. Terdengar sedikit nada terkejut Tia saat saya mulai menurunkan centi demi centi
celana dalamnya menyusuri kedua kakinya hingga terlepas entah kemana. Seiring itupun, saya mulai menurunkan jilatan ke
arah selangkangannya. "Ryo.. mau ngapain.. uugghh.." pertanyaan yang coba diajukan Tia tidak dapat diselesaikannya begitu
dirasakannya sebuah jilatan mendarat di organ kewanitaannya. Permainan lidahku pada liang kewanitaannya memang saya
usahakan selembut mungkin, hingga terkadang hanya sedikit saja ujung lidahku menyentuhnya. Namun hal ini malah justru
memicu reaksi Tia semakin terbakar. "Ohh.. Ryoo.." lenguhnya panjang diiringi nafasnya yang semakin tidak
beraturan.Hisapan dan jilatan silih berganti saya lakukan dengan penuh kelembutan padanya, hingga pada akhirnya terdengar
Tia seperti mendekati puncaknya. "Aaahh.." jeritnya panjang sambil menghentakkan tubuhnya ke atas saat puncak itu datang
melandanya, menggulungnya dalam suatu sensasi keindahan yang sangat melenakan dan menghempaskannya ke dalam jurang
kenikmatan yang begitu dalam.Kini saya memandang wajahnya. Matanya yang terpejam sambil menggigiti bibirnya sendiri dan
tangannya yang mencengkram seprai di tepian ranjang dengan kencang serta nafasnya yang tidak beraturan cukup untuk
mengekspresikan betapa tingginya Tia terbuai dalam gelombang orgasme yang baru saja dilaluinya. Saya biarkan Tia meregang
dirinya dalam detik demi detik puncak kenikmatan yang baru saja didapatnya untuk menyibukkan diri mencari sebuah benda
yang "lubricated with nonoxynol 9, for greater protection" (If you were a great 17tahun2 fan, you should know this thing)
yang selalu disisipkan di dompetku (my friend said that only bastards always bring this thing around. Yeah.. maybe I'm
the one of them).Tia baru membuka matanya ketika dirasakannya sebuah benda menempel lembut pada bibir organ
kewanitaannya. Dibukanya matanya memandang lembut ke arah wajahku yang tepat berada di depan wajahnya. "Tia, may I..?"
bisikku sambil mengecup keningnya. Tia hanya mengedipkan kedua matanya sekali sambil tetap memandangku. That's enough for
me to know the answer of this question. Perlahan-lahan saya tekan kejantananku menerobos liang kewanitaannya. So gentle
and smooth. Terdengar nafas Tia tertahan di tenggorokannya, menikmati sensasi mili demi mili penetrasi yang dilakukanku
terhadapnya, hingga akhirnya keseluruhannya terbenam utuh. Kami terdiam dan saling berpandangan sejenak, menikmati
bersatunya raga (dan hati) kami berdua. Saya kecup bibirnya lembut sebelum mulai melenakannya dalam sebuah percintaan
yang sangat indah. Saya masih ingat persis, bagaimana kedua tangan kami saling bergenggaman erat di sisi tepi ranjang
saat kami terus bergumul menyatukan hasrat dan raga kami. Betapa lembut buah dadanya menekan dadaku, dan betapa hangat
melingkupi kejantananku yang terus memompanya, membawa kami semakin tinggi terbuai kenikmatan duniawi.Entah berapa lama
keadaan ini berlangsung, ketika pada saatnya terdengar Tia mulai mendekati orgasme keduanya. Tangannya merangkul
pundakku, mendekap tubuhku erat seakan ingin mengajakku ikut dalam gelombang orgasmenya. Nafasnya makin memburu,
terdengar jelas di telinga kananku. Saya pun meningkatkan kecepatan penetrasi untuk membantunya mendapatkan puncak kedua
kalinya. "Eeegghh.. Ryoo.. aahh.." jerit Tia tertahan mencoba menyebut namaku saat gelombang orgasme keduanya benar-benar
datang menggulungnya, menelannya kembali ke dalam jurang kenikmatan yang sangat dalam.Saya menghentikan pergumulan kami
sejenak, memberinya kesempatan untuk kembali mengatur nafasnya seusai melewati puncaknya yang kedua. Saya hanya
memberikan senyuman dan kecupan lembut di keningnya saat pada akhirnya Tia mulai membuka matanya."You're so lovely
tonight", bisikku padanya."Ryoo.. eh..!" teriaknya sedikit terkejut saat tiba-tiba saya menarik kedua tangannya untuk
kemudian mendudukkannya dalam pangkuanku.Punggungku bersandar di kepala ranjang, dan wajah kami saling memandang. Kami
kembali berciuman. Perlahan kuangkat tubuhnya, untuk kembali menekankan kejantananku pada liang kewanitaannya. Walaupun
kami tengah berciuman, masih sempat kudengar erangan lirihnya saat Tia merasakan bagaimana kejantananku perlahan menikam
tubuhnya.Kali ini kubiarkan Tia memegang kendali. Kubiarkan bagaimana dengan bebasnya Tia memompa diriku. Pundakku
dijadikan tumpuan olehnya untuk terus menaik-turunkan tubuhnya di atasku. Saya hanya membantunya dengan meremas buah
pinggulnya dan sedikit menaikkan posisi selangkanganku, hingga batangku terasa makin dalam menghujamnya. Ahh.. sungguh
suatu pemandangan yang tidak akan terlupakan bagaimana melihat dirinya terus menyatukan raga kami ke dalam suatu
persetubuhan yang sangat intim. Matanya yang terpejam, rambut sebahunya yang sudah mulai dibasahi keringat terurai bebas,
bibirnya yang digigitnya sendiri dan tubuhnya yang berguncang-guncang. Ughh.. It's really a loveable thing to
see.Pemandangan yang sangat melenakan ditambah dengan kehangatan yang makin erat menghimpit kejantananku, menit demi
menit mulai membuaiku ke dalam sensasi kenikmatan sebuah persetubuhan. Terasa sesuatu mendesak, menghimpitku untuk keluar
dari dalam tubuhku. Oh My God, saya ras saya akan sampai puncaknya, pikir saya. "Ryoo.. I'm almost there.." bisik Tia
lirih sambil mempercepat gerakan tubuhnya memompaku. "Yes.. babe, me too.." jawabku sambil mengecup erat bibirnya.
Selanjutnya terasa bagaimana gelombang menuju puncaknya seakan berpacu dengan gelombang menuju puncakku. Goncangan
tubuhnya makin terasa mendesak cairan kejantananku untuk keluar, sementara tikaman batangku semakin menghadirkan sensasi
kenikmatan suatu orgasme yang hanya tinggal sejengkal dari raihannya. "Aaahh.. Ryoo.." jeritnya lirih memanggil namaku
saat ternyata gelombang orgasme lebih dahulu menyapanya.Saya masih sempat meneruskan tikaman kejantananku beberapa kali
lagi hingga pada akhirnya.."Tiaa.., aku keluaarr..!" teriakku sambil mendekap erat tubuhnya.Terasa bagaimana derasnya
cairanku menyembur keluar. Untung saya menggunakan kondom, masih sempat diriku berpikir di sela-sela gulungan ombak
ejakulasi yang menenggelamkanku dalam suatu sensasi kenikmatan yang sangat dahsyat. Dalam beberapa saat ke depan kami
hanya mampu berpelukkan erat, untuk kemudian bersisian rebah di ranjang
Label: cerita hot