Foto Bugil Video Bokep

Cerita Hot Ngentot

Malam semakin larut ketika kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Kami semakin dekat satu sama lain, saling curhat



selama perjalanan di mobil. Bercanda, tertawa bareng. Why do I feel that everything seems so right when we're together?



Ah mungkin saya aja yang terlalu terbawa suasana. Waktu menunjukkan sekitar pukul 11 malam ketika kami kembali



menginjakkan kaki di lobby hotel."Ryo, mau nemenin ngobrol sebentar tidak?" tanya Tia tiba-tiba."Boleh aja, emang belum



ngantuk?" tanyaku balik."Tidak, lagipula kalau di tempat yang asing Tia jadi susah tidur," katanya memberi



reasoning.Akhirnya saya ikut melangkahkan kaki ke kamar Tia yang terletak di lantai 4. Sebuah kamar standar dengan 2



single bed, TV, kulkas dan peralatan standar layaknya sebuah kamar hotel berbintang. Good enough, daripada kamar kostku,



hehehehe."Lha kamu sendiri di sini?" tanya saya begitu melihat tidak seorang pun di kamarnya."Sebenernya kamar ini untuk



berdua, dengan Rini, itu lho yang tadi pagi ikut tes juga," jelasnya."Tapi dia langsung pulang Jakarta pake kereta



terakhir tadi sore, katanya besok mau ada acara apa gitu di keluarganya."Kami memasak air dengan menggunakan ketel



elektrik yang disediakan hotel untuk kemudian masing-masing menikmati secangkir coffemix panas. Kursi sengaja kami



balikkan menghadap ke jendela, untuk memandang Jalan Tamblong yang telah temaram dan senyap. Sesekali terlihat mobil



melintas dengan kecepatan di atas rata-rata, mungkin karena sudah malam. Begitupun suasana di kamar ini, hanya suara MTV



Asia dari TV yang dihidupkan yang menemani perbincangan kami, menggantikan cahaya lampu yang memang kami padamkan. Entah



mengapa, saya merasa begitu dekat dengan Tia, padahal baru beberapa jam kami berkenalan. Ah sekali lagi, mungkin saya



terlalu terbawa suasana.Namun kali ini ternyata Tia yang duduk di sebelah saya bukanlah seperti Tia yang saya kenal dalam



jam-jam terdahulu. Dalam curhatnya, ia terlihat sangat rapuh. Entah memang nasib saya untuk selalu menjadi tempat curhat



orang lain. Dari dulu semasa di bangku sekolah hingga kini setelah menamatkan pendidikan tinggi, saya selalu dijadikan



tempat curhat orang-orang dalam lingkaran terdekat saya. Dan kini saya harus menghadapi Tia yang sesekali sesunggukkan,



meremas-remas sapu tangannya dan menghapus air matanya yang mulai jatuh satu persatu. Love.. look what you have done to



her, bastard..!Saya bangkit dari duduk dan berjalan perlahan menghampirinya. Saya hanya bisa termangu berdiri di



sampingnya dan melihat ke luar untuk menunggunya menyelesaikan kisah-kisah yang menyesakkannya selama berbulan-bulan.



Saya mencoba menenangkannya sebisa saya dengan menganalisis kehidupannya dari berbagai perspektif. Saya hanya bisa



mengatakan bahwa ia masih beruntung karena ditunjukkan ketidaksetiaan kekasihnya pada saat mereka belum menikah, karena



akan lebih sangat menyakitkan jika semua itu dihadapi justru ketika mereka telah menikah.Setelah beberapa waktu kami



membahasnya, Tia terlihat sudah agak tenang."Thanks Ryo, kamu mau jadi tempat sampah Tia," katanya sambil sedikit



tersenyum."That what friends are for," jawab saya singkat sambil menepuk-nepuk kepalanya seperti kepada seorang anak



kecil, padahal dia 3 tahun lebih tua daripada saya, hehehe.. pamali tau..!Saya duduk lesehan di karpet bersandarkan pada



tepi ranjang sambil meluruskan kaki. Hhmm.. enak juga duduk posisi seperti ini. Tidak berapa lama kemudian Tia menyusul



turun dari kursi dan bergabung duduk dengan posisi lesehan di sampingku."Kayaknya enak banget lihat gaya kamu," katanya



sebelum dia menyusulku duduk di karpet."Ryo, kamu itu aneh yah?" tiba-tiba suara Tia menyentakku."Aneh selanjutnya



bagaimana maksud loe?" tanya saya asal sambil menirukan sebuah dialog sinetron Si Doel beberapa waktu yang



lalu."Hihihihi.." terdengar Tia cekikikan mendengarnya."Ya aneh aja, Tia baru kenal kamu hari ini, tapi rasanya Tia udah



kenal sama kamu lama banget," katanya lagi."Sampai Tia mau curhat sama kamu, padahal Tia paling jarang curhat, apalagi



sama orang yang baru kenal.""Sama, aku juga gitu kok Ya, jangan-jangan kami pernah ketemu di kehidupan sebelumnya yah?"



jawab saya sambil nyengir."Ada-ada aja kamu.." katanya sambil tiba-tiba merebahkan kepalanya di bahu kananku.Jujur saja



saya cukup terkejut menerima perlakuannya, tapi santai saja, lagipula apalah yang mungkin terjadi dari sebuah bahu untuk



menyandarkan kepala sejenak?Cukup lama kami masing-masing terdiam dalam posisi ini sambil memandang sebagian horizon



langit yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang dari jendela kamarnya. Sayup-sayup terdengar dari TV rintihan Sinnead O'Connor



yang tengah menyanyikan lagu legendarisnya:..I can eat my dinner in the fancy restaurant but nothing, I said nothing can



take away this blue cos nothing compares, nothing compares to you..Perlahan saya usap rambutnya dan memberanikan diri



untuk mengecup keningnya. Tia mendongakkan kepalanya untuk memandangku. Beberapa saat kami saling berpandangan, ah oase



kedamaian dari pancaran matanya inikah yang selama ini saya cari? Mungkinkah saya menemukannya hanya dalam beberapa jam



saja setelah sekian lama saya mencarinya entah kemana? How can I be so sure about that? dan sekian banyak pertanyaan



lainnya berkecamuk dalam pikiranku melewati detik demi detik kami berpandangan. Yang saya tahu beberapa saat kemudian



wajah kami semakin mendekat dan sekilas saya melihat Tia menutup matanya dan pada akhirnya saya kecup lembut



bibirnya.Kami berciuman seakan-akan kami sepasang kekasih yang telah lama tidak berjumpa. Menumpahkan segala kerinduan



dalam kehangatan sebuah ciuman. Perlahan saya raih pinggang Tia dan mendudukkannya dalam pangkuan. Kini kami semakin



dekat karena Tia saya rengkuh dalam pangkuan saya. Saya usap lembut rambutnya, sedangkan dia memegang lembut pipiku.



Ciuman bibirnya semakin dalam, seakan tidak pernah dia lepaskan. Cukup lama kami berciuman, sesekali terdengar tarikan



nafas Tia yang terdengar begitu lembut. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mulai menurunkan bibir ke arah lehernya.



"Ugh.." hanya terdengar lenguhan lembut seorang Tia ketika ia mulai merasakan hangatnya bibir saya menjelajahi lehernya.



Tidak ada perlawanan dari aksi yang saya lakukan. Tia justru makin mendongakkan kepalanya, semakin memamerkan lehernya



yang putih dan jenjang. Kedua tanggannya meremas seprai tempat tidur sebagai tumpuan. Saya pun semakin terhanyut terbawa



suasana. Saya perlakukan Tia selembut mungkin, menjelajahi milimeter demi milimeter lehernya, mengusap rambutnya dan



makin menekankan punggungnya ke arah tubuhku. "Ryo.. oohh.." lenguh Tia saat dia menyadari terlepasnya satu per satu



kancing kemejanya. Ya.. saya memang melepaskannya untuk melanjutkan cumbuan saya kepadanya.Jilatan-jilatan lembut mulai



menjalari dada Tia, seiring meningkatnya hasrat manusiawi dalam diri kami. Dengan sekali gerakan, saya dapat



menggendongnya. Kami lanjutkan percumbuan dalam posisi berdiri dengan Tia dalam gendongan. Tangannya mulai meremasi



rambutku. Perlahan-lahan kemejanya terjatuh terhempas ke karpet, menyisakan bagian atas tubuh Tia yang tinggal



berbalutkan sehelai bra putih. Beberapa saat kami bercumbu dalam posisi ini, sampai akhirnya saya merebahkannya di



ranjang. Terdengar suara Donita, presenter MTV Asia, terakhir kali sebelum saya meraih tombol off TV yang terletak di



buffet samping ranjang. Kali ini suasana benar-benar senyap, hanya tarikan nafas kami berdua yang masih sibuk bercumbu.



Tia mencoba untuk melepaskan satu per satu kancing kemejaku hingga akhirnya ia berhasil melepaskannya, hampir bersamaan



saat saya berhasil melepaskan bra-nya. Kami meneruskan pergumulan, namun sebuah perasaan aneh menyusup ke dalam hatiku.



She's different, pikirku. Jujur saja, saya sudah beberapa kali mengalami sexual intercouse, pun dengan orang-orang yang



baru saja saya kenal. Namun kali ini terasa berbeda. Ada perasaan lain yang mengiringi nafsu yang bergejolak, sebegitu



dahsyatnya sehingga nafsu itu sendiri menjadi tidak berarti lagi keberadaannya. Sayang, yah mungkin inilah yang disebut



dengan perasaan sayang itu, sesuatu yang sudah lama tidak saya rasakan keberadaannya. Ini membuatku ingin



memperlakukannya seindah dan selembut mungkin. Tia bukan hanya seseorang yang mengisi sebuah babak pelampiasan nafsu



manusiawi dalam hidupku. Dia berbeda, she deserves the best!Terdengar lagi lenguhan Tia saat saya mulai mengulum buah



dadanya. Kali ini terdengar lebih keras dari sebelumnya. Mungkin hasrat itu telah memenuhi kepalanya. Jilatan-jilatan



diselingi gigitan-gigitan kecil mendarat di sekitar putingnya, berkali-kali membuatnya berjingkat terkejut. Saya



meneruskan cumbuan saya ke arah perutnya, hingga pada akhirnya berhasil membebaskan celana panjangnya ke karpet. Sekarang



terpampang pemandangan yang tidak mungkin saya lupakan, seorang Tia yang baru saya kenal hari ini, rebah dengan hanya



berbalutkan celana dalam. Untuk pertama kalinya saya memandang seorang wanita dalam kondisi seperti ini tidak dengan



nafsu yang menguasai. Begitu terasa bagaimana saya memang menyayangi dan menginginkannya. Matanya yang memandang lembut



ke arahku, menghadirkan begitu banyak kedamaian, sesuatu yang terus saya cari selama ini dari diri seorang wanita.Kini



saya mengulum pusarnya, seiring lenguhan-lenguhan kecil yang terdengar dari bibirnya. Perlahan saya mulai menurunkan kain



terakhir yang menempel pada tubuh Tia. Terdengar sedikit nada terkejut Tia saat saya mulai menurunkan centi demi centi



celana dalamnya menyusuri kedua kakinya hingga terlepas entah kemana. Seiring itupun, saya mulai menurunkan jilatan ke



arah selangkangannya. "Ryo.. mau ngapain.. uugghh.." pertanyaan yang coba diajukan Tia tidak dapat diselesaikannya begitu



dirasakannya sebuah jilatan mendarat di organ kewanitaannya. Permainan lidahku pada liang kewanitaannya memang saya



usahakan selembut mungkin, hingga terkadang hanya sedikit saja ujung lidahku menyentuhnya. Namun hal ini malah justru



memicu reaksi Tia semakin terbakar. "Ohh.. Ryoo.." lenguhnya panjang diiringi nafasnya yang semakin tidak



beraturan.Hisapan dan jilatan silih berganti saya lakukan dengan penuh kelembutan padanya, hingga pada akhirnya terdengar



Tia seperti mendekati puncaknya. "Aaahh.." jeritnya panjang sambil menghentakkan tubuhnya ke atas saat puncak itu datang



melandanya, menggulungnya dalam suatu sensasi keindahan yang sangat melenakan dan menghempaskannya ke dalam jurang



kenikmatan yang begitu dalam.Kini saya memandang wajahnya. Matanya yang terpejam sambil menggigiti bibirnya sendiri dan



tangannya yang mencengkram seprai di tepian ranjang dengan kencang serta nafasnya yang tidak beraturan cukup untuk



mengekspresikan betapa tingginya Tia terbuai dalam gelombang orgasme yang baru saja dilaluinya. Saya biarkan Tia meregang



dirinya dalam detik demi detik puncak kenikmatan yang baru saja didapatnya untuk menyibukkan diri mencari sebuah benda



yang "lubricated with nonoxynol 9, for greater protection" (If you were a great 17tahun2 fan, you should know this thing)



yang selalu disisipkan di dompetku (my friend said that only bastards always bring this thing around. Yeah.. maybe I'm



the one of them).Tia baru membuka matanya ketika dirasakannya sebuah benda menempel lembut pada bibir organ



kewanitaannya. Dibukanya matanya memandang lembut ke arah wajahku yang tepat berada di depan wajahnya. "Tia, may I..?"



bisikku sambil mengecup keningnya. Tia hanya mengedipkan kedua matanya sekali sambil tetap memandangku. That's enough for



me to know the answer of this question. Perlahan-lahan saya tekan kejantananku menerobos liang kewanitaannya. So gentle



and smooth. Terdengar nafas Tia tertahan di tenggorokannya, menikmati sensasi mili demi mili penetrasi yang dilakukanku



terhadapnya, hingga akhirnya keseluruhannya terbenam utuh. Kami terdiam dan saling berpandangan sejenak, menikmati



bersatunya raga (dan hati) kami berdua. Saya kecup bibirnya lembut sebelum mulai melenakannya dalam sebuah percintaan



yang sangat indah. Saya masih ingat persis, bagaimana kedua tangan kami saling bergenggaman erat di sisi tepi ranjang



saat kami terus bergumul menyatukan hasrat dan raga kami. Betapa lembut buah dadanya menekan dadaku, dan betapa hangat



melingkupi kejantananku yang terus memompanya, membawa kami semakin tinggi terbuai kenikmatan duniawi.Entah berapa lama



keadaan ini berlangsung, ketika pada saatnya terdengar Tia mulai mendekati orgasme keduanya. Tangannya merangkul



pundakku, mendekap tubuhku erat seakan ingin mengajakku ikut dalam gelombang orgasmenya. Nafasnya makin memburu,



terdengar jelas di telinga kananku. Saya pun meningkatkan kecepatan penetrasi untuk membantunya mendapatkan puncak kedua



kalinya. "Eeegghh.. Ryoo.. aahh.." jerit Tia tertahan mencoba menyebut namaku saat gelombang orgasme keduanya benar-benar



datang menggulungnya, menelannya kembali ke dalam jurang kenikmatan yang sangat dalam.Saya menghentikan pergumulan kami



sejenak, memberinya kesempatan untuk kembali mengatur nafasnya seusai melewati puncaknya yang kedua. Saya hanya



memberikan senyuman dan kecupan lembut di keningnya saat pada akhirnya Tia mulai membuka matanya."You're so lovely



tonight", bisikku padanya."Ryoo.. eh..!" teriaknya sedikit terkejut saat tiba-tiba saya menarik kedua tangannya untuk



kemudian mendudukkannya dalam pangkuanku.Punggungku bersandar di kepala ranjang, dan wajah kami saling memandang. Kami



kembali berciuman. Perlahan kuangkat tubuhnya, untuk kembali menekankan kejantananku pada liang kewanitaannya. Walaupun



kami tengah berciuman, masih sempat kudengar erangan lirihnya saat Tia merasakan bagaimana kejantananku perlahan menikam



tubuhnya.Kali ini kubiarkan Tia memegang kendali. Kubiarkan bagaimana dengan bebasnya Tia memompa diriku. Pundakku



dijadikan tumpuan olehnya untuk terus menaik-turunkan tubuhnya di atasku. Saya hanya membantunya dengan meremas buah



pinggulnya dan sedikit menaikkan posisi selangkanganku, hingga batangku terasa makin dalam menghujamnya. Ahh.. sungguh



suatu pemandangan yang tidak akan terlupakan bagaimana melihat dirinya terus menyatukan raga kami ke dalam suatu



persetubuhan yang sangat intim. Matanya yang terpejam, rambut sebahunya yang sudah mulai dibasahi keringat terurai bebas,



bibirnya yang digigitnya sendiri dan tubuhnya yang berguncang-guncang. Ughh.. It's really a loveable thing to



see.Pemandangan yang sangat melenakan ditambah dengan kehangatan yang makin erat menghimpit kejantananku, menit demi



menit mulai membuaiku ke dalam sensasi kenikmatan sebuah persetubuhan. Terasa sesuatu mendesak, menghimpitku untuk keluar



dari dalam tubuhku. Oh My God, saya ras saya akan sampai puncaknya, pikir saya. "Ryoo.. I'm almost there.." bisik Tia



lirih sambil mempercepat gerakan tubuhnya memompaku. "Yes.. babe, me too.." jawabku sambil mengecup erat bibirnya.



Selanjutnya terasa bagaimana gelombang menuju puncaknya seakan berpacu dengan gelombang menuju puncakku. Goncangan



tubuhnya makin terasa mendesak cairan kejantananku untuk keluar, sementara tikaman batangku semakin menghadirkan sensasi



kenikmatan suatu orgasme yang hanya tinggal sejengkal dari raihannya. "Aaahh.. Ryoo.." jeritnya lirih memanggil namaku



saat ternyata gelombang orgasme lebih dahulu menyapanya.Saya masih sempat meneruskan tikaman kejantananku beberapa kali



lagi hingga pada akhirnya.."Tiaa.., aku keluaarr..!" teriakku sambil mendekap erat tubuhnya.Terasa bagaimana derasnya



cairanku menyembur keluar. Untung saya menggunakan kondom, masih sempat diriku berpikir di sela-sela gulungan ombak



ejakulasi yang menenggelamkanku dalam suatu sensasi kenikmatan yang sangat dahsyat. Dalam beberapa saat ke depan kami



hanya mampu berpelukkan erat, untuk kemudian bersisian rebah di ranjang

Label:

posted by Dewi, 09.37

0 Comments:

Add a comment